Sejak awal
disebarkan, agama Islam selalu menghadapi tantangan yang datang dari
orang-orang kafir. Ketika umat Islam sudah merasa kuat secara fisik, mereka
mulai diizinkan untuk menghadapi gangguan itu dengan sikap keras, yaitu perang.
Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku pada masa tersebut, mereka yang
memenangkan pertempuran memunyai hak untuk merampas harta benda musuh yang
dikalahkan. Demikian pula halnya yang terjadi dalam peperangan antara pasukan
Islam dan tentara kafir. Pada saat kaum Muslim memenangkan pertempuran, harta
musuh yang berhasil dirampas segera dibagikan kepada semua yang ikut berjuang.
Harta rampasan perang yang diperoleh umat Islam ada dua macam, yaitu
harta yang didapatkan dengan mengalahkan musuh dalam pertempuran dan yang
diperoleh dari musuh tanpa melalui peperangan. Yang pertama disebut al-ghanimah, sedang yang kedua
dinamakan al-fay'. Karena hakikat perolehannya berbeda, pembagiannya juga tidak sama.
Pembagian ghammah diatur dengan ketetapan Allah yang terdapat dalam(surah al-Anfal [8]: 41) sedang peruntukkan
al-fay' diatur dengan
petunjuK-Nya yang tercantum dalam sural} al-Hasyr [59]: 6-7. inilah informasi
sejarah yang berkaitan dengan harta orang kafir.
Hakikat
al-Fay'
Istilah al-fay' merupakan bentuk mashdar dari kata kerja fa'a-yaf'u yang artinya
kembali atau mengambil harta musuh. Kata ini dengan segala derivasinya disebut
dalam al-Qur'an sebanyak tujuh
kali, yaitu pada surah al-Baqarah [21:
226; (al-Hujurat [49]: 9 disebut dua kali, al-Ahzab [33:50;, af-Hasyr [59]:
6-7, dan pada an-Nahl [16]: 48.
Dari tujuh ayat ini, yang bermakna pengambilan harta rampasan hanya tiga, yaitu
yang terdapat pada surah al-Ahzab [33]: 50 dan surah al-Hasyr [59]: 6 &
7) Berikut ini dikutipkan dua ayat yang terakhir
disebut, yaitu:
“Dan harta rampasan fay' dari mereka yang diberikan
Allah kepada Rasul-Nya, kamu tidak memerlukan kuda atau unta untuk
mendapatkannya, tetapi Allah rnemberikan kekuasaan kepada rasul-rasul-Nya
terhadap siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Harta rampasan (fay') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang
berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul kerabat
(rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan antara orang-orcng yang dalam
perjalanan, agar harta itu jangan hanya berada di antara orang-orang yang kaya
di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepada maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh,
Allah sangat keras hukumannya.” QS. al-Hasyr [59]: 6-7)
Dua ayat di atas diturunkan
berkaitan dengan harta yang diperoleh kaum Muslim dari Bani Nadhir yang
menyerah dan mengaku kalah sebelum terjadi perang. Harta yang mereka tinggalkan
setelah diusir dari Madinah disebut dengan istilah al-fay'. Dalam persoalan yang berkaitan
dengan perolehan, ayat 6 menyebutkan bahwa harta ini diperoleh tanpa melalui
perang, yang diungkapkan dengan redaksi bahwa dalam memperolehnya para sahabat
tidak memerlukan kuda atau unta. Pada saat tersebut, musuh yang pada awalnya
hendak melawan ternyata kemudian menyerah dan mau meninggalkan daerahnya dengan
hanya membawa harta sesuai dengan kemampuan mereka. Harta lain yang tidak
terbawa kemudian dijadikan sebagai rampasan. Cara memperoleh al-fay' adalah tidak disertai dengan
perang secara fisik yang melibatkan pasukan. Karena itu, harta ini tidak
dibagikan sebagaimana yang terjadi pada ghammah. Peristiwa semacam ini terjadi beberapa kali dalam
sejarah perang yang dipimpin Rasulullah saw., yaitu pada perang dengan Bani
Quraizhah, perang dengan Bani Nadhir, perang dengan penduduk Fadak, dan perang
dengan penduduk Khaibar.
Sementara itu, petunjuk Allah
yang terkait dengan pembagian al-fay' disebutkan dalam ayat 7, yaitu bahwa harta al-fay' itu menjadi hak Rasulullah
saw., yang kemudian dibagi untuk beliau dan para kerabatnya, anak inak yatim,
orang-orang miskin, dan para musafir yang kehabisan perbekalan sebelum mereka
sampai pada tujuan yang dikehendakinya. Sehubungan dengan distribusi al-fay' ini, Bukhari dan Muslim, Abu
Daud, Tirmidzi dan yang lainnya meriwayatkan dari Umar bin Khaththab yang
mengatakan bahwa semua harta Bani Nadhir yang diserahkan Allah pada Rasul-Nya
menjadi hak Rasulullah saw. Oleh karena itu, Rasulullah saw. mengambil untuk
keperluan nafkahnya dan nafkah keluarganya selama setahun, sedang selebihnya
digunakan membeli senjata untuk keperluan perjuangan di jalan
Allah.[1]
Hamka, sebagaimana yang tertulis dalam Tafsir al-Azhar yang diterbitkan
oleh Pustaka Panjimas, mengatakan bahwa distribusi al-fay' ini dibagi menjadi lima bagian, yang empat
perlima (80%) untuk Rasulullah saw., dan yang seperlima bagian dibagi lima
lagi. 20% (seperlima) pertama untuk Rasulullah saw., dan yang 80% (empat
perlima) dibagikan kepada para kerabat Rasulullah, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, dan para musafir yang kehabisan dana.2
Sesudah wafat Rasululah saw.,
bagian dari al-fay'
ini jelas
tidak lagi didistribuskan kepada beliau. Karena itu para ulama, dengan persetujuan para
penguasa, menetapkan bahwa bagian Rasululah saw. itu dipergunakan untuk
keperluan membiayai orang-orang yang melanjutkan tugas-tugas kerasulan, seperti
para pejuang di jalan Allah dalam menegakkan agama, dan para mubaligh yang
berdakwah atau menyeru umat ke jalan Allah. Sementara itu, sebagian
pengikut Syafi'i berpendapat lain. Mereka mengemukakan fatwa yang agak berbeda, yaitu
bagian Rasulullah saw. Itu
diserahkan
kepada lembaga-lembaga yang kegiatannya untuk mewujudkan
kemaslahatan kaum Muslim dan dipergunakan bagi mereka yang
bekerja untuk menegakkan agama Islam.[2]
Pembagian al-fay' yang ditetapkan dalam surah al-Hasyr ayat 7 ini didasarkan pada alasan bahwa pasukan Islam tidak melakukan
pertempuran dalam memperolehnya. Selain itu, sesuai dengan kandungannya,
kebijakan ini juga dimaksudkan
agar harta itu tidak hanya terkumpul di antara orang-orang kaya saja.
Maksudnya, para tentara yang senantiasa ikut perang itu telah mendapatkan bagian
yang cukup'banyak dari berbagai pertempuran yang diikuti, sehingga mereka telah
memiliki banyak harta yang berasal dari ghanbnah. Bila harta dari al-fay' juga diberikan untuk mereka, niscaya harta itu hanya akan berputar atau
dimiliki oleh mereka yang telah berkecukupan. Di sisi lain, masih banyak anak
yatim dan fakir miskin yang perlu diperhatikan karena mereka tidak berharta.
Sementara Rasululah saw. sendiri selalu membagikan ghammah yang menjadi haknya kepada mereka yang
memerlukan, sehingga ketika beliau sampai di rumah, hanya tinggal secukupnya
untuk keperluan nafkah para istrinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar