Rabu, 10 April 2013

Memahami Makna Makruf dan Munkar


Kata 'makruf terambil dari kata 'arafa yang berarti mengenal, mengetahui, memahami. Bentukan kata makruf bermakna sesuatu yang telah dikenal baik oleh masyarakat. Kata 'urf yang dikenal dalam terminologi hukum bermakna budaya yang telah diterima oleh masyarakat luas sebagai memiliki nilai kebaikan. Menolong, menghargai, bersikap adil, jujur, bersahabat, adalah contoh-contoh makruf yang telah menjadi budaya universal masyarakat beradab dan diterima sebagai nilai-nilai luhur kehidupan.
Menurut al-Jurjani, yang disebut makruf adalah semua yang baik menurut syara'.[1] Sesuatu yang baik menurut syara' disebut makruf karena jiwa akan merasa tenteram padanya.[2] Semua yang diperintahkan oleh agama, baik perintah tegas (wajib) maupun anjuran (sunnah) membawa kebaikan pada pelaku dan lingkungannya. Pribadi norma1 jika melakukan suatu kebaikan akan merasakan kepuasan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika melakukan keburukan akan menimbulkan waswas, penyesalan, dan ketidaktenangan dalam batin orang itu. Rasulullah pernah bersabda,
"Kebaikan itu adalah berakhlak baik, sementara perbuatan dosa adalah apa saja yang menyebabkan waswas di dalam batinmu dan engkau merasa khawatir jika diketahui orang lain.”[3]
Lawan kata dari makruf adalah munkar, yaitu sesuatu yang diingkari atau tak dikenal baik dalam masyarakat. Dalam kosakata bahasa Indonesia terdapat kata ingkar dan mungkar yang merupakan serapan dari bahasa Arab. Ibnu Manzhur dalam Lisan al-'Arab memberi penjelasan tentang term ini:
……………………………………………………………………………………………………………[4]
"Kata inkar dan munkar merupakan antonim dari makruf, yaitu semua yang dianggap buruk, haram, dan tercela oleh syara".
Seperti halnya istilah makruf, istilah munkar pun harus dikembalikan pada standar agama. Sebuah perbuatan disebut munkar apabila menurut agama (syara') hal itu haram atau tercela. Dengan demikian harus dapat dipastikan bahwa seseorang yang akan melakukan nahi munkar harus benar-benar mengetahui dan mampu mengklasifikasi perbuatan mana yang termasuk makruf dan yang mana tergolong munkar menurut informasi al-Qur'an dan as-Sunnah. Orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang kategori makruf dan munkar menurut kedua sumber itu maka tentu tidak berkewajiban melakukan amar makruf nahi munkar.
Rangkaian aktivitas amar makruf dan nahi munkar mengandung dua aktivitas berbeda. Yang pertama, amar makruf, yaitu ajakan atau perintah melakukan kebaikan, baik yang berwujud sikap, ucapan, maupun perbuatan nyata. Sedangkan yang kedua, nahi munkar, yaitu upaya pencegahan atau perubahan terhadap kemungkaran. Kedua aktivitas ini harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, prioritas pertama adalah melakukan nahi munkar, karena mencegah atau mengubah kemungkaran itu lebih utama daripada menganjurkan kebaikan.
Di dalam masyarakat harus ada kesadaran bersama untuk senantiasa melakukan aktivitas amar makruf nahi munkar. Salah satu superioritas umat Islam sehingga disebut sebagai "khaira ummah" adalah aktivitasnya beramar makruf dan nahi munkar yang didorong oleh iman kepada Allah yang kuat, sebagaimana dapat dipahami dari feurah Ali 'Imran [3]: 110. Mengapa? Karena, kalau tidak ada orang yang selalu mengingatkan beramar makruf nahi munkar, maka boleh jadi yang makruf menjadi munkar, atau sebaliknya, yang munkar menjadi makruf. Hal-hal yang makruf kalau terus ditinggalkan oleh masyarakat sangat boleh jadi menjadi munkar sehingga tidak lagi dikenal sebagai suatu kebaikan. Sikap tolong-menolong yang kental di masyarakat pedesaan menjadi sesuatu yang 'tak dikenal' oleh masyarakat di kota besar yang lebih individualistik. Atau, hal-hal munkar yang dilazimkan oleh masyarakat mungkin akan berubah menjadi makruf. Sudah tidak diketahui sejak kapan dimulai kebolehan mengambil buah-buahan yang jatuh dari pohon di kebun orang lain. Meskipun diketahui buah itu milik orang yang punya kebun ketika jatuh dari pohon boleh diambil oleh siapa saja (telah menjadi 'makruf). Ibn al-Muqaffa', sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab, menyatakan bahwa:
…………………………………………………………………………………………………………….[5]
"Apabila makruf sudah kurang diamalkan, maka ia menjadi munkar, danjika munkar telah menyebar maka ia menjadi makruf. "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar